HIDUP NYAMAN DENGAN PERILAKU JUJUR
A. Pentingnya Perilaku Jujur
Jujur memiliki arti kesesuaian antara apa yang diucapkan atau diperbuat dengan kenyataan yang ada. Jadi, kalau suatu berita sesuai dengan keadaan yang ada, dikatakan benar/jujur, tetapi kalau tidak, dikatakan dusta. Allah Swt. memerintahkan kepada kita untuk berlaku benar baik dalam perbuatan maupun
ucapan, sebagaimana firman-Nya:
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah, dan bersamalah kamu dengan orang-orang yang benar.” (Q.S. at-Taubah/9: 119)
Kejujuran itu ada pada ucapan, juga ada pada perbuatan, sebagaimana seorang yang melakukan suatu perbuatan, tentu sesuai dengan yang ada pada batinnya. Ketika berani mengatakan “tidak” untuk
korupsi, berusaha menjauhi perilaku korupsi. Jangan sampai mengatakan tidak, kenyataannya ia melakukan korupsi. Demikian juga seorang munafik tidaklah dikatakan sebagai seorang yang jujur karena dia menampakkan dirinya sebagai seorang yang bertauhid, padahal hatinya tidak. Yang jelas, kejujuran merupakan sifat seorang yang beriman, sedangkan lawannya, dusta, merupakan sifat orang yang munafik. Ciri-ciri orang munafik adalah dusta, ingkar janji, dan khianat, sebagaimana sabda Rasulullah saw. berikut ini:
Artinya: “Dari Abu Hurairah ra. dari Nabi Muhammad saw. bersabda “Tanda orang munafik itu ada 3, yaitu: Apabila berbicara dusta, apabila berjanji mengingkari, dan apabila dipercaya khianat.” (HR. Bukhari muslim)
Artinya: “Allah berfirman, “Inilah saat orang yang benar memperoleh manfaat dari kebenarannya. Mereka memperoleh surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya.
Allah riḍa kepada mereka dan mereka pun riḍa kepada-Nya. Itulah kemenangan yang agung.” (Q.S. al-Māidah/5: 119)
B. Keutamaan Perilaku Jujur
Nabi menganjurkan umatnya untuk selalu jujur. Karena kejujuran merupakan akhlak mulia yang akan mengarahkan pemiliknya kepada kebajikan, sebagaimana dijelaskan oleh Nabi Muhammad saw.,
Artinya: “Dari Abdullah ibn Mas’ud, dari Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya jujur itu membawa kepada kebaikan dan kebaikan itu membawa ke surga....” (HR. Bukhari)
Sifat jujur merupakan tanda keislaman seseorang dan juga tanda kesempurnaan bagi si pemilik sifat tersebut. Pemilik kejujuran memiliki kedudukan yang tinggi di dunia dan akhirat. Dengan kejujurannya, seorang hamba akan mencapai derajat orang-orang yang mulia dan selamat dari segala keburukan. Dapat kita saksikan dalam kehidupan sehari-hari bahwa orang yang jujur akan dipermudah rezeki dan segala urusannya. Contoh yang perlu diteladani, karena kejujurannya, Nabi Muhammad saw. dipercaya oleh Siti Khadijah untuk
membawa barang dagangan lebih banyak lagi. Ini artinya Nabi Muhammad saw. akan mendapatkan keuntungan yang lebih besar lagi, dan tentu saja apa yang dilakukan Nabi akan mendapat kemudahan. Banyak contoh dalam kehidupan sehari-hari tentang hikmah perilaku jujur. Kamu dapat mencari contohnya.Sebaliknya, orang yang tidak jujur atau bohong akan dipersulit rezeki dan segala urusannya. Orang yang pernah berbohong akan terus berbohong karena untuk menutupi kebohongan yang diperbuat, dia harus berbuat kebohongan lagi. Bersyukurlah bagi orang yang pernah berbohong sekali kemudian sadar dan mengakui kebohongannya itu sehingga terputus mata rantai kebohongan. Kejujuran berbuah kepercayaan, sebaliknya dusta menjadikan orang lain tidak percaya. Jujur membuat hati kita tenang, sedangkan berbohong membat hati jadi was-was. Contoh seorang siswa yang tidak jujur kepada orang tua dalam hal uang saku, pasti nuraninya tidak akan tenang apabila bertemu. Apabila orang tuanya mengetahui ketidakjujuran anaknya, runtuhlah kepercayaan terhadap anak tersebut. Kegundahan hati dan
kekhawatiran yang bertumpuk-tumpuk berisiko menjadi penyakit.
C. Macam-Macam Kejujuran
Menurut tempatnya, jujur itu ada beberapa macam, yaitu jujur dalam hati atau niat, jujur dalam perkataan atau ucapan, dan jujur dalam perbuatan.
1. Jujur dalam niat dan kehendak, yaitu motivasi bagi setiap gerak dan langkah seseorang dalam rangka
menaati perintah Allah Swt. dan ingin mencapai riḍa-Nya. Jujur sesungguhnya berbeda dengan pura-pura
jujur. Orang yang pura-pura jujur berarti tidak ikhlas dalam berbuat.
2. Jujur dalam ucapan, yaitu memberitakan sesuatu sesuai dengan realitas yang terjadi, kecuali untuk kemaslahatan yang dibenarkan oleh syari’at seperti dalam kondisi perang, mendamaikan dua orang yang
bersengketa, dan semisalnya. Setiap hamba berkewajiban menjaga lisannya,yakni berbicara jujur dan dianjurkan menghindari kata-kata sindiran karena hal itu sepadan dengan kebohongan, kecuali jika sangat dibutuhkan dan demi kemaslahatan pada saat-saat tertentu, tidak berkata kecuali dengan benar dan
jujur. Benar/jujur dalam ucapan merupakan jenis kejujuran yang paling tampak dan terang di antara macam-macam kejujuran.
3. Jujur dalam perbuatan, yaitu seimbang antara lahiriah dan batiniah hingga tidaklah berbeda antara amal lahir dan amal batin. Jujur dalam perbuatan ini juga berarti melaksanakan suatu pekerjaan sesuai dengan yang diriḍai Allah Swt. dan melaksanakannya secara terus-menerus dan ikhlas. Merealisasikan kejujuran, baik jujur dalam hati, jujur dalam perkataan, maupun jujur dalam perbuatan membutuhkan kesungguhan. Adakalanya kehendak untuk jujur itu lemah, adakalanya pula menjadi kuat.
D. Petaka Kebohongan
Sebagaimana telah dijelaskan di atas, betapa berartinya sebuah kejujuran karena kejujuran akan membawa kepada kebaikan dan kebaikan akan membawa ke surga. Sebaliknya, betapa berbahayanya sebuah kebohongan. Kebohongan akan menghantarkan pelakunya tidak dipercaya lagi oleh orang lain.
Ketika seseorang sudah berani menutupi kebenaran, bahkan menyelewengkan kebenaran untuk tujuan jahat, ia telah melakukan kebohongan. Kebohongan yang dilakukannya itu telah membawa kepada apa yang dikhianatinya itu.
Artinya: “...Barangsiapa berkhianat, niscaya pada hari kiamat dia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu. Kemudian setiap orang akan diberi balasan yang sempurna sesuai dengan apa yang dilakukannya, dan mereka tidak dizalimi.’’ (Q.S. Āli ‘Imrān/3: 161)
Dalam hadis Rasulullah saw. mengingatkan:
Artinya: “Dari Abu Hurairah ra., dia berkata; Rasulullah saw., bersabda, “Akan datang kepada manusia tahun-tahun yang penuh dengan penipuan. Ketika itu pendusta dibenarkan, sedangkan orang yang jujur malah didustakan, pengkhianat dipercaya, sedangkan orang yang amanah justru dianggap sebagai pengkhianat. Pada saat itu, Ruwaibidhah berbicara.” Ada sahabat yang bertanya, “Apa yang dimaksud
Ruwaibidhah?” Beliau menjawab, “Orang bodoh yang turut campur dalam urusan masyarakat luas.” (HR. Ibnu Majah) Syaikh Muhammad al-Ghazali mengatakan, bahwa menjaga amanah ialah menunaikan dengan baik terhadap hak-hak Allah Swt. dan hak-hak manusia tanpa terpengaruh oleh perubahan keadaan, baik susah maupun senang.
E. Hikmah Perilaku Jujur
Beberapa hikmah yang dapat dipetik dari perilaku jujur, antara lain sebagai berikut.
1. Perasaan enak dan hati tenang, jujur akan membuat kita menjadi tenang, tidak takut akan diketahui kebohongannya karena memang tidak berbohong.
2. Mendapatkan kemudahan dalam hidupnya.
3. Selamat dari azab dan bahaya.
4. Dijamin masuk surga.
5. Dicintai oleh Allah Swt. dan rasul-Nya.
Perilaku jujur bisa diterapkan dalam berbagai hal dalam kehidupan sehari-hari, baik di sekolah, di rumah, maupun di lingkungan masyarakat di mana kita tinggal. Berikut ini cara menerapkan perilaku jujur.
1. Di sekolah, kita bisa meluruskan niat untuk menuntut ilmu, mengerjakan tugas-tugas yang diberikan oleh ibu bapak guru, tidak menyontek pekerjaan teman, melaksanakan piket sesuai jadwal, menaati peraturan yang berlaku di sekolah, berbicara secara benar baik kepada guru, teman ataupun orangorang
yang ada di lingkungan sekolah.
2. Di rumah, kita bisa meluruskan niat untuk berbakti kepada orang tua, memberitakan hal yang benar. Contohnya saat meminta uang untuk kebutuhan suatu hal, tidak menutup-nutupi suatu masalah pada orang tua, tidak melebih-lebihkan sesuatu hanya untuk membuat orang tua senang.
3. Di masyarakat, kita bisa melakukan kejujuran dengan niat untuk membangun lingkungan yang baik, tenang, dan tenteram, tidak mengarang cerita yang membuat suasana di lingkungan tidak kondusif, tidak membuat gosip. Ketika diberi kepercayaan untuk melakukan sesuatu yang diamanahkan, harus dipenuhi dengan sungguh-sungguh, dan lain sebagainya.
Jujurlah!
Maka, Kamu akan Untung di Dunia dan Mendapat Pahala di Akhirat Diceritakan, ada seorang saleh selalu mewasiatkan kepada pekerjanya untuk selalu meminta kepada para langganannya agar diberitahukan kalau ada barang dagangannya yang cacat. Setiap kali ada pembeli datang, ia meminta untuk mengecek barangnya
terlebih dahulu. Suatu hari, seorang Yahudi datang ke tokonya dan membeli sebuah baju yang ada cacatnya. Pada waktu itu pemilik toko tidak ada di tempat, sementara Yahudi tidak mengecek baju ini terlebih dahulu keburu pergi. Tidak lama kemudian, pemilik toko datang dan menanyakan perihal baju yang cacat tersebut. Maka dijawab, “Baju itu telah dibeli oleh seorang Yahudi.” Lalu pemilik toko itu bertanya perihal Yahudi tadi, “Apakah ia sudah mengecek cacat yang ada pada baju itu?” Lalu dijawab, “Belum.” Pemilik toko bertanya lagi, “Sekarang mana dia?” Dijawab kembali, “Ia sudah pergi bersama rombongan dagang.”
Seketika itu pula, sang pemilik toko membawa uang hasil pembayarannya dari baju cacat itu. Lalu ia mencari rombongan dagang yang dimaksud dan baru mendapatinya setelah menempuh perjalanan tiga hari, seraya berkata, “Hai fulan, tempo hari kamu telah membeli sebuah baju yang ada cacatnya. Ambil uang kamu ini dan berikan baju itu.” Yahudi itu balas menjawab, “Apa yang menyebabkan berbuat sampai sejauh ini?”
Lelaki itu menimpali, “Islam dan sabda Rasulullah saw., “Siapa yang menipu bukan berasal dari umatku.”
Yahudi balik menimpali, “Uang yang aku bayarkan kepadamu juga palsu. Maka, ambillah uang tiga ribu ini sebagai gantinya dan aku tambahkan lagi lebih dari itu, “Aku bersaksi tiada Tuhan selain Allah, dan Muhammad itu Rasulullah.”
0 komentar:
Posting Komentar