Gambar terkait


Membuka Relung Hati


    Cermati kisah berikut!

     Hidup mulia atau mati syahid! Sebuah ungkapan yang bermakna ajakan untuk hidup secara mulia atau mati secara syahid. Jika direnungkan, ungkapan tersebut memiliki makna yang sangat dalam. Hidup mulia adalah dambaan setiap manusia ketika hidup di dunia. Mati syahid adalah salah satu cara mendapatkan anugerah Allah Swt. kelak di akhirat, yaitu surga yang penuh dengan kenikmatan. Jadi, hidup mulia dan mati syahid adalah ungkapan yang selalu memotivasi orang yang beriman agar selalu berada di jalan Allah Swt. Agar lebih jelas memahami ungkapan tersebut, cermatilah pengalaman hidup Nabi Yusuf as. berikut!
     Ketika usianya masih sangat belia, ia dicemplungkan dengan sengaja ke sebuah perigi oleh saudara-saudaranya sendiri. Ia memang selamat setelah ditemukan oleh serombongan kafilah. Namun, mereka membawa Yusuf kecil ke Mesir dan menjualnya sebagai hamba sahaya. Untuk beberapa lama ia pun hidup sebagai pembantu di rumah seorang pejabat Mesir.
Sejalan dengan usianya yang tumbuh dewasa, ujian pun mendatanginya. Istri si pejabat bersiasat merayu dan menggoda Si Tampan Yusuf. Inilah ujian yang amat berat karena justru Yusuf-lah yang kemudian menjadi tertuduh melakukan perbuatan mesum kepada majikannya. Kata Yusuf,


قَالَ رَبِّ السِّجْنُ أَحَبُّ إِلَيَّ مِمَّا يَدْعُونَنِي إِلَيْهِ ۖ وَإِلَّا تَصْرِفْ عَنِّي كَيْدَهُنَّ أَصْبُ إِلَيْهِنَّ وَأَكُن مِّنَ الْجَاهِلِينَ
Artinya; “Wahai Tuhanku, penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka kepadaku...” (Q.S. Yusuf/12:33).

      Seperti yang kalian ketahui, Nabi Yusuf as. pun akhirnya memang dipenjara. Inilah episode memilukan dari kehidupan manusia. Apa yang selanjutnya terjadi terhadap Nabi Yusuf as., apakah ia terpuruk dan tenggelam dalam kesengsaraan? Tidak! Tetapi lihatlah, penjara justru menjadi batu ujian terhadap kenabian Yusuf as. 
     Dan yang lebih membahagiakannya adalah melalui episode itu, Allah Swt. mempertemukan kembali Yusuf dengan orang tua dan saudara-saudaranya.
Catatlah tiga istilah kunci ini: pengendalian diri, prasangka baik, persaudaraan!
Nabi Yusuf as. adalah sosok terpuji karena kemampuannya mengendalikan diri untuk tidak memenuhi nafsu setan istri seorang pejabat Mesir. Lagi, ia pun berhasil mengendalikan diri untuk tidak secara semena-mena menuntut balas atas saudara-saudaranya yang telah berbuat keji tehadap dirinya. Padahal, kalau mau, sebagai pejabat tinggi pasti sangat mudah baginya menuntut balas. Di saat-saat ia menanggung cobaan berat dengan dibuang ke perigi, dilelang sebagai hamba sahaya. dan dipenjara karena dituduh memerkosa, tidaklah pernah ia berprasangka buruk kepada Allah Swt. atas takdir yang menimpanya. Ia pun tidak menaruh prasangka buruk terhadap saudara-saudaranya yang keji. Justru Nabi Yusuf as. memilih untuk menghimpun mereka dalam keutuhan keluarga yang penuh persaudaraan.   
                    
Mengkritisi Sekitar Kita

Cermati gambar dan wacana berikut!

     Perhatikan berbagai gejala yang terjadi di masyarakat kita. Keserakahan manusia dalam berbagai usaha eksploitasi alam, telah menimbulkan bencana yang mengerikan, dan telah “membunuh” ribuan manusia. Tidak hanya oleh bencana alam, kematian banyak manusia secara sia-sia juga disebabkan oleh penggunaan jalan raya dengan semena-mena, konsumsi minuman dan obat-obatan terlarang, kekerasan dan bentrokan antarkeyakinan, antardesa, dan bahkan antarsaudara. Angka kriminalitas pun makin menanjak tinggi, berjalan paralel dengan perilaku korupsi yang mungkin lebih tinggi. Pada sisi lain, sebagian masyarakat hidup dengan perasaan sensitif, saling curiga, beringas, egois, dan individualis.
  
     Semua hal tersebut telah menimbulkan kerugian yang sangat luar biasa. Kerugian tersebut tidak saja bersifat materi, tetapi juga nonmateri. Kerugian materi berupa tingginya biaya hidup, biaya untuk berobat, kehilangan sumber penghasilan, dan lain  sebagainya mungkin dapat diatasi dengan berbagai bantuan dari pihak lain. Akan tetapi, kerugian nonmateri, seperti hilangnya rasa aman dan nyaman, hidup dalamketakutan, hingga hilangnya nyawa dengan sia-sia, tentu saja tidak dapat diganti atau dibayar dengan benda yang sangat mahal sekalipun.

     Maka, untuk mencegah hal tersebut, tidak ada jalan atau cara lain yang harus ditempuh kecuali dengan selalu menjalankan perintah agama serta aturanaturan yang berlaku di masyarakat, baik yang tertulis berupa peraturan-peraturan pemerintah, maupun yang tidak tertulis berupa nilai-nilai moral-etik yang ada di masyarakat.

Memperkaya Khazanah Peserta Didik

A. Memahami Makna Pengendalian Diri, Prasangka Baik, dan Husnuzzan

1. Pengendalian Diri (Mujāhadah an-Nafs)

Pengendalian diri atau kontrol diri (Mujāhadah an-Nafs) adalah menahan diri dari segala perilaku yang dapat merugikan diri sendiri dan juga orang lain, seperti sifat serakah atau tamak. Dalam literatur Islam, pengendalian diri dikenal dengan istilah aś-śaum, atau puasa. Puasa adalah salah satu sarana mengendalikan diri.
Hal tersebut berdasarkan hadis Rasulullah saw.

yang artinya: “Wahai golongan pemuda! Barangsiapa dari antaramu mampu menikah, hendaklah dia nikah, kerana yang demikian itu amat menundukkan pemandangan dan amat memelihara kehormatan, tetapi barangsiapa tidak mampu, maka hendaklah dia puasa, kerana (puasa) itu menahan nafsu baginya.” (H.R. Bukhari)

     Jadi, jelaslah bahwa pengendalian diri diperlukan oleh setiap manusia agar dirinya terjaga dari hal-hal yang dilarang oleh Allah Swt. Dapatkah kamu memberikan contoh perilaku yang menunjukkan sikap pengendalian diri? Diskusikan dengan teman-temanmu!

2. Prasangka Baik (Husnuzzan)

     Prasangka baik atau Husnuzzan berasal dari kata Arab yaitu Husnu yang artinya baik, dan zan yang artinya prasangka. Jadi prasangka baik atau positive thinking dalam terminologi Islam dikenal dengan istilah Husnuzzan. Secara istilah Husnuzzan adalah sikap orang yang selalu berpikir positif terhadap apa yang telah diperbuat oleh orang lain. Lawan dari sifat ini adalah buruk sangka(su’uzzan), yaitu menyangka orang lain melakukan hal-hal buruk tanpa adanya bukti yang benar. Dalam ilmu akhlak, Husnuzzan dikelompokkan ke dalam tiga bagian, yaitu Husnuzzan kepada Allah Swt. Husnuzzan kepada diri sendiri, dan Husnuzzan kepada orang lain.

     Prasangka baik adalah sifat sangat penting dimiliki oleh setiap orang yang beriman. Sebaliknya, prasangka buruk adalah sifat yang harus dijauhi dan dihindari. Mengapa demikian? Bisakah kamu menjelaskan dan mengemukakan dampak positif dari perilaku Husnuzzan, serta dampak negatif dari perilaku su’uzzan?

3. Persaudaraan (ukhuwwah)
Persaudaraan (ukhuwwah) dalam Islam dimaksudkan bukan sebatas hubungan kekerabatan karena faktor keturunan, tetapi yang dimaksud dengan persaudaraan dalam Islam adalah persaudaraan yang diikat oleh tali aqidah (sesama muslim) dan persaudaraan karena fungsi kemanusiaan (sesama manusia makhluk Allah Swt.). Kedua persaudaraan tersebut sangat
jelas dicontohkan oleh Rasulullah saw., yaitu mempersaudarakan antara kaum Muhajirin dan kaum An¡ar, serta menjalin hubungan persaudaraan dengan suku-suku lain yang tidak seiman dan melakukan kerja sama dengan mereka

B. Ayat-Ayat al-Qur’ān tentang Pengendalian Diri, Prasangka Baik, dan
Persaudaraan

1. Q.S. al-Anfāl [8] : Ayat 72
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَهَاجَرُوا وَجَاهَدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَالَّذِينَ آوَوا وَّنَصَرُوا أُولَٰئِكَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ ۚ وَالَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يُهَاجِرُوا مَا لَكُم مِّن وَلَايَتِهِم مِّن شَيْءٍ حَتَّىٰ يُهَاجِرُوا ۚ وَإِنِ اسْتَنصَرُوكُمْ فِي الدِّينِ فَعَلَيْكُمُ النَّصْرُ إِلَّا عَلَىٰ قَوْمٍ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُم مِّيثَاقٌ ۗ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad dengan harta dan jiwanya pada jalan Allah dan orang-orang yang memberikan tempat kediaman dan memberi pertolongan (kepada orang-orang Muhajirin), mereka itu satu sama lain lindung-melindungi. Dan (terhadap) orang-orang yang beriman, tetapi belum berhijrah, maka tidak ada kewajiban sedikit pun atasmu melindungi mereka, sebelum mereka berhijrah. (Akan tetapi) jika  mereka meminta pertolongan kepadamu dalam (urusan pembelaan) agama, maka kamu wajib memberikan pertolongan kecuali terhadap kaum yang telah ada perjanjian antara kamu dengan mereka. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”[Q.S. al-Anfāl [8] : Ayat 72]

b. Hukum Tajwid

No
Lapad
Hokum Tajwid
1
الَّذِينَ
  mad thobii
2
آمَنُوا
Mad badal
3
 بِأَمْوَالِهِمْ
Ihfa safawi
4
أَوْلِيَاءُ
Mad wajib muntasil
5
مَا لَكُم مِّن
1.       Idghom mimi
2.       Idghom mutamasilain
6
 مِّن ولَا
Idghom bigunah
7
 قَوْمٍ بَيْنَكُمْ
iklab
8
بَصِيرٌ
Mad ‘Ard lis Sukµn


c. Kandungan Ayat

     Berbagai bentuk serangan, intimidasi, dan kekejaman yang dilakukan oleh orang-orang musyrik Mekah telah menyebabkan Nabi Muhammad saw. dan kaum muslimin berhijrah meninggalkan rumah dan kampung halaman mereka di Mekah menuju Madinah. Di dalam sejarah Islam, mereka yang berhijrah disebut sebagai kaum Muhajirin. Adapun warga Madinah yang telah beriman kepada Nabi Muhammad saw. dan menerima kedatangan kaum Muhajirin disebut kaum An¡ar.

     Peristiwa bersejarah itu bukanlah sekadar perpindahan yang bersifat geografis, yaitu perpindahan manusia dari suatu tempat ke tempat lain yang baru. Jika hal itu merupakan perpindahan atau pergerakan sekelompok masyarakat yang bersifat geografis dan bernilai biasa-biasa saja, tentunya tidak perlu sejauh itu mereka menempuh perjalanan sangat berat ke Madinah. Juga peristiwa itu bukanlah perpindahan manusia yang didasarkan pada motif ekonomi atau kepentingan politik tertentu. Jika ada motif ekonomi, mengapa kaum Muhajirin malah meninggalkan berbagai harta kekayaan mereka di Mekah dan tidak memboyongnya ke Madinah? Mengapa mereka malah mengorbankan harta dan jiwa sebagaimana dilukiskan pada ayat di atas? Jika ada motif politik, pertanyaannya adalah apakah Rasulullah saw. diutus oleh Allah Swt. memang semata-mata demi memperoleh kue kekuasaan di Mekah atau Madinah. Hijrah merupakan peristiwa dahsyat dalam sejarah agama dan kemanusiaan. Dari sudut keagamaan, hijrah merupakan peristiwa keagamaan karena berkaitan erat dengan perjuangan Nabi Muhammad saw. dan sahabat-sahabat beliau dalam memperjuangkan tegaknya Islam di Mekah. Adapun dari sudut kemanusiaan, peristiwa hijrah merupakan implementasi dari ajaran agama Islam mengenai pentingnya menghormati, menjaga, dan menegakkan nilai-nilai kemanusiaan. Firman Allah Swt. pada ayat di atas yang melukiskan bahwa kaum Muhajirin  dan Anśar saling lindung-melindungi satu sama lainnya, sungguh mengagumkan
.
     Itulah wujud dari persaudaraan. Lakukanlah pengamatan dan pembacaan terhadap buku-buku mengenai peristiwa hijrah tersebut. Di sana kamu akan menemukan jawaban bahwa persaudaraan (ukhuwwah) akan menjadi salah satu sendi bagi munculnya peradaban baru dalam sebuah masyarakat baru yang disebut masyarakat Madani.

2. Q.S. Al-Hujurāt [49] : ayat 12

a. Lafal Ayat dan Artinya


يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِّنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ ۖ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَب بَّعْضُكُم بَعْضًا ۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَن يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَّحِيمٌ
“Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa dan janganlah kamu mencaricari kesalahan orang lain dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Penerimatobat, Maha Penyayang.” {Q.S. Al-Hujurāt [49] : ayat 12}

b. Hukum Tajwid


No
Lapad
Hokum Tajwid
1
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
Mad Jāiz Munfaśil
2
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
Alif Lam Syamsiyah
3
يَغْتَب بَّعْضُكُم
Idgām Mutama¡¡ilain
4
بَّعْضُكُم بَعْضًا
Ikhfa’ Syafawi





3. Q.S. Al-Hurāt [49} : Ayat 10 

a. Lafal Ayat dan Artinya

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
“Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu (yang berselisih) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat{Q.S. Al-Hurāt [49] : Ayat 10}

b. Hukum Tajwid


No
Lapad
Hokum Tajwid
1
الْمُؤْمِنُونَ
Alif lam syamsiyah
2
 إِخْوَةٌ فَأَ
ikhfa
3
أَخَوَيْكُمْ ۚ وَ
Izhar safawi
4
وَاتَّقُوا اللَّهَ 
tafkhim

c. Kandungan Ayat

     Pada ayat di atas Allah Swt. menegaskan dua hal pokok. Pertama, bahwasesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara. Kedua, jika terdapatperselisihan antarsaudara, kita diperintahkan oleh Allah Swt. untuk melakukan iślah (upaya perbaikan atau perdamaian).

     Apa indikasi dari suatu persaudaraan? Rasulullah saw. bersabda, “Demi Allahyang menguasai diriku! Seseorang di antara kalian tidak dianggap beriman kecualijika dia menyayangi saudaranya sesama mukmin sama seperti dia menyayangi dirinya sendiri.” (H.R. Bukhari)

Selain itu Rasulullah saw. juga menegaskan,
“Seorang muslim adalah orang yang lidah dan tangannya tidak menyakiti muslim lain, dan orang yang berhijrah adalah orang yang meninggalkan semua larangan Allah.” (H.R. Bukhari)

C. Hadis tentang Pengendalian Diri, Prasangka Baik, dan Persaudaraan

1. Hadis tentang Pengendalian Diri

Diriwayatkan dari Abi Hurairah ra. bahwa Rasulullah saw. bersabda:

Artinya:“Orang yang perkasa bukanlah orang yang menang dalam perkelahian, tetapi orang yang perkasa adalah orang yang mengendalikan dirinya ketika marah.” (H.R. Bukhari dan Muslim)

2. Hadis tentang Prasangka Baik
Rasulullah saw. bersabda:

Artnya: “Jauhkanlah dirimu dari prasangka buruk, karena sesungguhnya prasangka itu adalah perkataan yang paling dusta.” (H.R. Bukhari)

3. Hadis tentang Persaudaraan
Diriwayatkan dari Nu’man bin Basyir ra. Bahwa Rasulullah saw. Bersabda:

Artnya: “Perumpamaan orang-orang mukmin dalam saling mencintai, saling mengasihi, dan saling menyayangi, seperti satu tubuh. Apabila satu organ tubuh merasa sakit, akan menjalar kepada semua organ tubuh, yaitu tidak dapat tidur dan merasa demam.” (H.R. Muslim)

D. Pesan-Pesan Mulia

Simaklah kisah berikut, kemudian cermati secara saksama pelajaran yang terkandung di dalamnya!

                                              Kisah Habil dan Qabil


     Qabil adalah salah seorang anak Nabi Adam as. yang bersaudara kembar dengan Iqlima. Sementara Habil adalah anak Nabi Adam as. yang bersaudara kembar dengan Labuda. Iqlima terlahir dengan paras yang cantik, sementara Labuda tidak secantik Iqlima. Semua keturunan Nabi Adam as. hidup damai sampai mereka dewasa.

     Kemudian, turun perintah Allah Swt. agar Nabi Adam as. menikahkan anakanaknya. Allah Swt. memerintahkan agar anak yang terlahir sebagai saudara kembar harus dinikahkan dengan anak kembar yang lain. Dengan ketentuan tersebut, Qabil harus menikah dengan Labuda, dan Habil harus menikah dengan Iqlima.

     Ketika Nabi Adam as. menyampaikan perintah tersebut, Qabil tidak menyetujuinya. Pasalnya, sudah lama Qabil menyukai Iqlima. Dia menolak menikahi Labuda, dan tetap akan menikahi Iqlima. Dengan bijak, Nabi Adam as. mengingatkan Qabil bahwa ketentuan Allah Swt. harus ditaati. Namun, Qabil tetap pada kehendaknya untuk menikahi Iqlima, saudara kembarnya yang lebih cantik. Akhirnya, dengan memohon petunjuk Allah Swt. dengan bijaksana Nabi Adam as. memerintahkan Qabil dan Habil untuk berkurban. Siapa pun yang kurbannya diterima oleh Allah Swt., segala kebutuhan dan keinginannya akan dikabulkan oleh Allah Swt., termasuk keinginan Qabil untuk menikahi Iqlima.

     Setelah semuanya dirasa siap, Qabil dan Habil pun mempersembahkan kurbannya masing-masing di atas bukit dengan disaksikan oleh semua anggota keluarga. Qabil   mempersem bahkan  hasil pertaniannya. Ia sengaja memilih gandum dari jenis yang jelek. Habil mempersembahkan seekor kambing terbaik dan yang paling ia sayangi. Kemudian, dengan perasaan berdebar-debar, mereka menyaksikan dari jauh. Tak lama berselang, tampak api besar menyambar kambing persembahan Habil, sedangkan gandum persembahan Qabil tetap utuh yang berarti kurban Habillah yang diterima. Melihat kenyataan tersebut, Qabil yang berperangai tidak baik dan terpengaruh hasutan iblis, menaruh dendam kepada Habil. 

     Terpikir olehnya, agar keinginannya menikahi Iqlima, tidak ada cara lain kecuali membunuh Habil. Maka ketika terdapat kesempatan untuk melaksanakan niat jahatnya tersebut, Qabil pun betul-betul melaksanakannya. Ketika Habil sedang seorang diri, Qabil datang menghampirinya dengan niat untuk membunuh saudaranya itu. Mengetahui hal tersebut, Habil mengingatkan Qabil agar senantiasa mengingat Allah Swt. dan hendaklah takut kepada-Nya. Habil berkata kepada Qabil,:

لَئِن بَسَطتَ إِلَيَّ يَدَكَ لِتَقْتُلَنِي مَا أَنَا بِبَاسِطٍ يَدِيَ إِلَيْكَ لِأَقْتُلَكَ ۖ إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ رَبَّ الْعَالَمِينَ
Artinya  “Sungguh jika kamu menggerakkan tanganmu untuk membunuhku, aku sekali-kali tidak akan menggerakkan tanganku untuk membunuhmu. Sesungguhnya aku takut kepada Allah, Tuhan seru sekalian alam.” (Q.S. al-Mā’idah [5] : ayat 28)  

     Setelah Habil terbunuh, Qabil merasa bingung. Diguncang-guncangkan tubuhsaudaranya itu, namun tetap tidak bergerak. Lalu jenazah Habil dibawa ke sanakemari dengan perasaan kacau, tak tahu apa yang harus dilakukannya. Ia merasa sangat menyesal sehingga air matanya berlinang membasahi pipinya. 

      Dalam kebingungannya, Allah Swt. menurunkan ilham melalui dua ekor burung gagak yang bertarung untuk memperebutkan daging mayat Habil. Salah
seekor dari burung gagak itu tewas dalam pertarungan tersebut. Kemudian,  burung gagak yang masih hidup menggali tanah, menarik gagak yang telah menjadi bangkai untuk dimasukkan ke dalam tanah yang telah digali dengan cakarnya, kemudian menimbunnya dengan tanah. Demikianlah, Qabil meniru perbuatan burung gagak itu. Ia menggali tanah dan menguburkan mayat Habil dan menimbunnya dengan tanah. Menyadari dirinya telah melakukan kesalahan yang sangat besar, Qabil pun merasa ketakutan. Ia kemudian tidak berani untuk pulang ke rumah, bahkan pergi dengan meninggalkan kedua orang tua dan saudara-saudaranya. Ia benar-benar tidak kembali lagi, pergi masuk hutan keluar hutan, menaiki gunung, dan menuruni lembah tak jelas arah dan tujuan. (Disarikan dari berbagai sumber)

Menerapkan Perilaku Mulia

Prasangka Baik (Husnuzzan)

1. Memberikan apresiasi atas prestasi yang dicapai oleh teman atau orang lain dalam bentuk ucapan atau pemberian hadiah.
2. Menerima dan menghargai pendapat teman/orang lain meskipun pendapat
tersebut berlawanan dengan keinginan kita.
3. Memberi sumbangan sesuai kemampuan kepada peminta-minta yang datang
ke rumah kita.
4. Turut serta dalam kegiatan-kegiatan sosial baik ketika di lingkungan rumah,
sekolah, ataupun masyarakat.
5. Mengerjakan tugas-tugas yang diberikan kepada kita dengan penuh tanggung
jawab.
Persaudaraan (Ukhuwwah)
1. Menjenguk/mendoakan/membantu
teman/orang lain yang sedang sakit atau terkena musibah.
2. Mendamaikan teman atau saudara
yang berselisih agar mereka sadar dan kembali bersatu.
3. Bergaul dengan orang lain dengan
tidak memandang suku, bahasa, budaya, dan agama yang dianutnya.
4. Menghindari segala bentuk
permusuhan, tawuran, ataupun kegiatan yang dapat merugikan
orang lain.
5. Menghargai perbedaan sukur, bangsa, agama, dan budaya teman/orang lain.

Rangkuman

1. Pengendalian diri (mujāhadah an-nafs) adalah perilaku upaya untuk tetap berada dalam setiap kebaikan dan terhindar dari sifat-sifat yang dapat membinasakan dirinya, orang lain, maupun lingkungan.
2. Berbaik sangka (¥usnu§§an) adalah sifat di mana orang lain dipandang sebagai sesuatu yang baik dan harus diperlakukan dengan baik, kecuali jika diketahui dengan fakta bahwa orang tersebut harus diwaspadai dan diperingati.
3. Dalam Q.S. al-Anfāl/8:72 dijelaskan bahwa perintah berhijrah setelah hijrahnya Rasulullah saw. dan kaum muslimin ke Kota Madinah dan Kota Mekah adalah berhijrah dari keburukan menuju kepada kebaikan, berjihad dari kemelaratan menuju kepada kesejahteraan, berhijrah dari kebodohan menuju gilanggemilang, dan sebagainya.
4. Dalam Q.S. al-Hujurāt[49]: ayat 10 kita diperintahkan oleh Allah Swt. agar senantiasa menjaga dan menciptakan perdamaian, memberikan nasihat kebaikan, dan mendamaikan perselisihan saudara dengan saudara yang lain.
5. Dalam Q.S. al-Hujurāt [49] : ayat 12 dijelaskan perintah agar berprasangka baik (Husnuzzan) kepada setiap orang, kita pun diperintahkan menghindari dan menjauhkan diri dari berburuk sangka kepada sesama saudara kita,
                       Hasil gambar untuk DAKWAH RASUL DI MEKKAH


  1. LATAR BELAKANG MASYARAKAT MEKAH
Masyarakat Arab, khususnya Mekah pada masa Nabi Muhammad saw. diutus menjadi Rasul adalah masyarakat yang memiliki kebiasaan sebagagi berikut.
  1. Menyembah berhala. Saat itu, Mekah merupakan kota pusat perdagangan dan peribadatan orang Arab. Mereka menyembah dan memuja patung atau berhala sebagai Tuhan. Ratusan patung atau berhala terdapat di Kabah, diantaranya berhala yang terbesar dan terpopuler , yaitu Latta Uzza, dan Manat. Menurut mereka berhala-berhala itu anak tuhan yang berkuasa mendatangkan syafaat.
  2. Penduduk Mekah sangat memperhatikan dan memelihara kedudukan tata nilai yang tinggi dan istimewa karena hal semacam itu memberikan kehidupan yang makmur dan mewah. Mereka juga menjualbelikan budak belian dan wanita.
  3. Masyarakat Mekah gemar minum-minuman keras, berjudi, dan berzina serta berlomba-lomba mencari kedudukan atau harta benda. Mereka tenggelam dalam kehidupan duniawi tanpa mengindahkan kehidupan akhirat.
  4. Bangsa Arab pada saat itu terpecah menjadi suku-suku (kabilah) yang saling membanggakan diri dengan suku mereka masing-masing. Kabilah-kabilah itu hidup bebas dan memiliki aturan tersendiri. Sering terjadi pertikaian, berselisih paham bahkan peperangan antara mereka yang disebabkan perkara-perkara kecil atau memperebutkan kekuasaan. Oleh karena itu mereka tidak pernah bersatu dan memiliki kekuatan.
  5. Kebiasaan orang Arab memberikan penghargaan terhadap orang lain yang didasarkan pada keturunan, kebangsawanan, atau kekayaannya. Seseorang yang berakhlak baik dan berilmu belum tentu mendapatkan penghargaan atau kehormatan apabila ia bukan berasal dari keturunan bagsawan.
  6. Bangsa Arab, khususnya Quraisy memandang diri mereka lebih mulia dan tinggi dari bangsa Arab lainnya. Dalam kabilah Quraisy, terdapat golongan-golongan (keluarga besar) yang saling bersaing untuk merebut pengaruh dan kekuasaan. Oleh karena itu, jika orang Quraisy tunduk kepada Muhammad saw., hal itu sama dengan tunduk dan menyerahkan kepemimpinan kepada keluarga Nabi Muhammad saw., bani Abdul Muthalib. Dengan hal itu pula mereka tidak akan dapat membedakan antara kenabian dan kekuasaan.
  7. PENYEBARAN ISLAM DI MEKAH
  8. Muhammad menjadi Nabi dan Rasul
Ketika menginjak usia 40 tahun, tepatnya malam 17 Ramadan atau 6 Agustus 610 M, diwaktu Muhammad saw. sedang berkontemplasi di Gua Hira, malaikat Jibril datang membawa wahyu dan menyruh Muhammad saw. untuk membacanya, yaitu Surah Al-‘Alaq/96: 1-5:
عَلَّمَ الإنْسَانَ.الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ .اقْرَأْ وَرَبُّكَ الأكْرَمُ .خَلَقٍقَ الإنْسَانَ مِنْ عَلَ .اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ .مَا لَمْ يَعْلَمْ
Artinya: Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. (QS Al-‘Alaq/96: 1-5)
Inilah wahyu pertama kali yang diturunkan Allah SWT. kepada Nabi Muhammad saw. yang juga merupakan penobatan Beliau sebagai Nabi dan Rasul bagi seluruh umat manusia dan tugasnya untuk berdakwah. Kejadian ini diceritakan kepada isterinya, Khadijah dan saat itu juga Khadijah mengimaninya. Dialah orang yang pertama beriman dan masuk Islam. Pengangkatan Muhammad saw. menjadi Rasul dibenarkan oleh pendeta Nasrani yang bernama Waraqah bin Naufal. Dua setengah tahun kemudian, Rasulullah menerima wahyu yang kedua, yaitu QS Al Muddassir/74: 1-7.
فَاصْبِرْ وَلِرَبِّكَ.وَلا تَمْنُنْ تَسْتَكْثِرُ .وَالرُّجْزَ فَاهْجُرْ .وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْ. وَرَبَّكَ فَكَبِّرْ. قُمْ فَأَنْذِرْ . الْمُدَّثِّرُ يَا أَيُّهَا
Artinya: Hai orang yang berkemul (berselimut). Bangunlah, lalu berilah peringatan! dan Tuhanmu agungkanlah, dan pakaianmu bersihkanlah, dan perbuatan dosa (menyembah berhala) tinggalkanlah, dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak. Dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu, bersabarlah. (QS Al Muddassir/74: 1-7)
Dengan turunnya wahyu tersebut, maka jelaslah misi dakwah yang harus Rasulullah saw. lakukan dengan menyampaikan risalah-Nya. Misi tersebut antara lain menyembah Allah yang Maha Esa, yang tidak beranak dan tidak pula diperanakkan serta tidak ada sekutu bagi-Nya. Hal inilah permulaan perintah menyiarkan agama Allah kepada seluruh umat manusia.
  1. Dakwah Rasulullah saw.
Dakwah Rasulullah memilki dua karakter yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang terdapat di lingkungan masyarakat Mekah. Syiar yang dilakukan Beliau antara lain secara sembunyi-sembunyi dan terang-terangan.
  1. Menyiarkan Islam secara sembunyi-sembunyi
Sesudah menerima wahyu kedua yang menjelaskan tugas atas dirinya, mulailah Beliau berdakwah secara sembunyi-sembunyi dan menyeru keluarganya yang terdekat. Mereka ada yang tinggal dalam satu rumah dan sahabat-sahabat yang terdekat. Seorang demi seorang diberikan pemahaman agar mereka meninggalkan agama berhala dan hanya menyembah Allah yang Maha Esa. Berikut nama-nama yang mula-mula beriman kepada Rasulullah saw.
  • Siti Khadijah (isteri Rasulullah saw.)
  • Ali bin Abi Thalib (masih sangat muda) putra paman Rasulullah saw., Abu Thalib.
  • Zaid bin Harisah, budak Rasulullah saw, yang kemudian menjadi anak angkat.
  • Abu Bakar Siddik (sahabat Rasulullah saw.)
Melalui Abu Bakar, banyak orang-orang yang memeluk Islam, antara lain Usman bin Affan, Zubair bin Awwam, Saad bin Abi Waqqas, Abdurrahman bin Auf, Talhah bin Ubaidillah dan lain-lain. Mereka diberi gelar As-Sabiqunal Awwalun, yaitu orang-orang yang terdahulu atau pertama-tama masuk Islam. mereka mendapat pelajaran tentang Islam dari Rasulullah saw. secara langsung di tempat yang tersembunyi dirumah Arqam bin Abil Arqam di kota Mekah.
2. Menyiarkan Islam secara terang-terangan
Nabi Muhammad saw. melakukan dakwatul afrad, yaitu ajakan masuk Islam seacara diam-diam atau sembunyi-sembunyi dari satu rumah ke rumah lain selama tiga tahun. Kemudian turunlah QS Al Hijr/15: 94.
الْمُشْرِكِينَ عَنِ وَأَعْرِضْ تُؤْمَرُ بِمَا فَاصْدَعْ
Artinya: Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik. (QS Al Hijr/15: 94)
Pesan yang terkandung dalam ayat tersebut adalah memerintahkan kepada Rasulullah saw. agar menyerukan atau menyiarkan Islam secara terang-terangan atau tidak lagi dilakukan dengan cara sembunyi-sembunyi. Sejak saat itulah, Muhammad saw menyeru kaumnya secara umum di tempat-tempat terbuka agar manusia menyembah hanya kepada Allah, Tuhan yang Maha Esa dan tidak menyekutukan-Nya. Seruan yang bersifat umum ini awalnya ditujukan kepada
  • Kerabat-kerabatnya
  • Penduduk Mekah diberbagai lapisan masyarakat, baik bangsawan, hartawan, maupun hamba sahaya, tidak terkecuali dari kalangan bangsa Quraisy.
  • Kabilah-kabilah Arab dari berbagai daerah yang datang ke Mekah untuk mengerjakan haji.
Pada mulanya mereka menganggap dakwah Nabi Muhammad saw. sebagai:
  • Gerakan yang tidak mempunyai dasar dan tujuan
  • Gerakan yang tidak akan bertahan lama
  • Gerakan yang tidak perlu diacuhkan
  • Gerakan yang dipimpin oleh Muhammad dan Beliau sudah dianggap tidak waras lagi.
Akan tetapi, dengan keyakinan dan bimbingan serta petunjuk dari Allah, gerakan dakwah Nabi Muhammad saw. semakin tersebar luas dan pengikutnya semakin bertambah banyak. Seruan Nabi Muhammad saw. juga semakin tegas, lantang, dan berani, bahkan memperjelas bahwa sesembahan (berhala) mereka adalah suatu kekeliruan dan sangat menyesatkan.
3. REAKSI KAUM QURAISY TERHADAP DAKWAH RASULULLAH DI MEKAH
Reaksi keras kaum Quraisy terhadap gerakan Islam yang dibawa oleh Rasulullah saw. begitu cepat berkembang dan hal tersebut sangat mengkhawatirkan para pemimpin dan pembesar Quraisy. Mereka takut bahwa kedudukan mereka yang semula begitu dihormati dan berkuasa akan menjadi tersaingi dalam kekuatan Islam. Menurut pendapat mereka, tunduk kepada Rasulullah berarti sama dengan tunduk dan menyerahkan kepemimpinan atau kekuasaan kepada keluarga Muhammad, yaitu bani Abdul Muthalib. Di antara reaksi kaum Quraisy dakwah Rasulullah saw. antara lain sebagai berikut.
  1. Kemarahan Kaum Qurasy
  2. Intimidasi terhadap umat Islam
  3. Mempengaruhi paman Rasulullah (Abu Thalib)
  4. Penganiayaan dan hijrah ke Habsyah
  5. SUBSTANSI DAN STRATEGI DAKWAH RASULULLAH SAW. PERIODE MEKAH
  6. Memperbaiki akhlak masyarakat Mekah yang mengalami dekadensi moral, seperti tumbuh suburnya kebiasaan berjudi, minum khamer, dan berzina.
  7. Memperbaiki dan meluruskan cara menyembah Tuhan.
  8. Menegakkan ajaran Islam tentang persamaan hak dan derajat di antara manusia.
  9. Mengubah kebiasaan bertaklid kepada nenek moyang dan meluruskan segala adat istiadat, kepercayaan dan upacara-upacara keagamaan.
  10. Nabi Muhammad saw. berdakwah dengan sabar, ikhlas, tegas diantaranya dengan tidak memaksakkan kehendak dan lemah lembut.
         Gambar terkait

A.    Memahami Al-Qurān, Hadis, dan Ijtihād sebagai Sumber Hukum Islam
       Sumber hukum Islam merupakan suatu rujukan, landasan, atau dasar yang utama dalam pengambilan hukum Islam. Ia menjadi pokok ajaran Islam sehingga segala sesuatu haruslah bersumber atau berpatokan kepadanya. Ia menjadi pangkal dan tempat kembalinya segala sesuatu. Ia juga menjadi pusat tempat mengalirnya sesuatu. Oleh karena itu, sebagai sumber yang baik dan sempurna, hendaklah ia memiliki sifat dinamis, benar, dan mutlak. Dinamis maksudnya adalah al-Qur’ān dapat berlaku di mana saja, kapan saja, dan kepada siapa saja. Benar artinya al-Qur’ān mengandung kebenaran yang dibuktikan dengan fakta dan kejadian yang sebenarnya. Mutlak artinya al-Qur’ān tidak diragukan lagi kebenarannya serta tidak akan terbantahkan.
       Ada tiga sumber hukum dalam Islam, yakni :
1.     Al-Qur’ānul Karim
Pengertian al-Qur’ān
              Dari segi bahasa, al-Qur’ān berasal dari kata qara’a – yaqra’u – qirā’atan –  qur’ānan, yang berarti sesuatu yang dibaca atau bacaan. Dari segi istilah, al-Qur’ān adalah Kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. dalam bahasa Arab, yang sampai kepada kita secara mutawattir, ditulis dalammushaf, dimulai dengan surah al-Fātihadan diakhiri dengan surah an-Nās, membacanya berfungsi sebagai ibadah, sebagai mukjizat Nabi Muhammad saw. dan sebagai hidayah atau petunjuk bagi umat manusia. Allah berfirman dalam surah Al-Isra ayat 9 yang berbunyi :
Artinya: “Sungguh, al-Qur’ān ini memberi petunjuk ke (jalan) yang paling lurus dan memberi kabar gembira kepada orang mukmin yang mengerjakan kebajikan, bahwa mereka akan mendapat pahala yang besar.” (Q.S. al-Isrā/17:9)

Kedudukan al-Qur’ān sebagai sumber hukum Islam
       Sebagai sumber hukum Islam, al-Qur’ān memiliki kedudukan yang sangat tinggi. Ia merupakan sumber utama dan pertama sehingga semua persoalan harus merujuk dan berpedoman kepadanya. Hal ini sesuai dengan firman Allah Swt. dalam al-Qur’ān:
       Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Ta’atilah Allah dan ta’atilah Rasul-Nya (Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah Swt. (al-Qur’ān) dan Rasu-Nyal (sunnah), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (Q.S. an-Nisā’/4:59)

Dalam ayat lainnya pula dijelaskan : 
       Artinya: “Sungguh, Kami telah menurunkan Kitab (al-Qur’ān) kepadamu (Muhammad) membawa kebenaran, agar engkau mengadili antara manusia dengan apa yang telah diajarkan Allah kepadamu, dan janganlah engkau menjadi penentang (orang yang tidak bersalah), karena (membela) orang yang berkhianat.” (Q.S. an-Nisā’/4:105)

       Berdasarkan dua ayat di atas, telah dijelaskan bahwa al-Qur’ān adalah kitab yang berisi sebagai petunjuk dan peringatan bagi orang-orang yang beriman. Al-Qur’ān sumber dari segala sumber hukum baik dalam konteks kehidupan di dunia maupun di akhirat kelak. Namun demikian, hukum-hukum yang terdapat dalam Kitab Suci al-Qur’ān ada yang bersifat rinci dan sangat jelas maksudnya, dan ada yang masih bersifat umum dan perlu pemahaman mendalam untuk memahaminya.

Kandungan hukum dalam al-Qur’ān
       Para ulama mengelompokkan hukum dalam al-Qur’ān menjadi tiga bagian, yaitu:
Ø  Akidah atau Keimanan
       Akidah atau keimanan adalah keyakinan yang tertancap kuat di dalam hati. Akidah terkait dengan keimanan terhadap hal-hal yang gaib yang  terangkum dalam rukun iman (arkānu imān), yaitu iman kepada Allah Swt.  malaikat, kitab suci, para rasul, hari kiamat, dan qada/qadar Allah Swt.
Ø  Syari’ah atau Ibadah
       Hukum ini mengatur tentang tata cara ibadah baik yang berhubungan langsung dengan al-Khāliq (Pencipta) yaitu Allah Swt. yang disebut dengan ‘ibadah mahdah, maupun yang berhubungan dengan sesama makhluknya yang disebut dengan ibadah gairu mahdah. Ilmu yang mempelajari tata cara ibadah dinamakan ilmu fikih.
1.      Hukum Ibadah
       Hukum ini mengatur bagaimana ibadah seharusnya sesuai dengan ajaran Islam. Hukum ini mengandung perintah untuk mengerjakan salat, haji, zakat, dan lain sebadainya.
2.      Hukum Mu’amanah
       Hukum ini mengatur interksi antar sesama manusia. Seperti hukum tata cara jual-beli, hukum pidana, hukum perdata, hukum warisan, pernikahan, politik, dan lain sebagainya.
Ø  Ahklak dan Budi Pekerti
       Selain dua hukum diatas, al-Qur’ān juga menuntut bagaimana seharusnya manusia berahklak atau berperilaku mulia, baik ahklak kepada Allah Swt., sesame manusia, ataupun mahkluk Allah Swt. yang lain. Hukum ini tercermin dalam konsep perbuatan manusia yang tampak, mulai dari gerakan mulut (ucapan), tangan, dan kaki.

2.     Hadis Atau Sunnah
Pengerian hadis atau sunnah
       Secara bahasa hadis berarti perkataan atau ucapan. Menurut istilah, hadis adalah segala perkataan, perbuatan, dan ketetapan (taqrir) yang dilakukan oleh Nabi Muhammad saw. Hadis juga dinamakansunnah. Namun demikian, ulama hadis membedakan hadis dengan sunnah. Hadis adalah ucapan atau perkataan Rasulullah saw., sedangkan sunnah adalah segala apa yang dilakukan oleh Rasulullah saw. yang menjadi sumber hukum Islam.      

       Hadis dalam arti perkataan atau ucapan Rasulullah saw. terdiri dari beberapa bagian yang saling berkaitan satu sama lain. Bagian hadis tersebut antara lain :
v  Sanad,
v  Matan, dan
v  Rawi.

Kedudukan hadis atau sunnah sebagai sumber hukum Islam
       Sebagai sumber hukum Islam, hadis berada satu tingkat di bawah al- Qur’ān. Artinya, jika sebuah perkara hukumnya tidak terdapat di dalam al- Qur’ān, yang harus dijadikan sandaran berikutnya adalah hadis tersebut. Allah berfirman:
Artinya : “... dan apa-apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah
ia. Dan apa-apa yang dilarangnya, maka tinggalkanlah.” (Q.S. al-Hasyr/59:7)

Fungsi hadis terhadap al- Qur’ān
       Rasulullah saw. sebagai pembawa risalah Allah Swt. bertugas menjelaskan ajaran yang diturunkan Allah Swt. melalui al-Qur’ān kepada umat manusia. Oleh karena itu, hadis berfungsi untuk menjelaskan (bayan) serta menguatkan hukum-hukum yang terdapat dalam al-Qur’ān.
       Fungsi hadis terhadap al-Qur’ān dapat dikelompokkan sebagai berikut :
Ø  Menjelaskan ayat-ayat al-Qur’ān yang masih bersifat umum.
Ø  Memperkuat pernyataan yan g ada dalam al-Qur’ān.
Ø  Menerengkan maksud tujuan ayat.
Ø  Menetapkan hukum baru yang tidak terdapat dalam al-Qur’ān.

Macam-macam hadis
       Ditinjau dari segi perawinya, hadis terbagi ke dalam tiga bagian, yaitu:
Ø  Hadis Mutawattir
Ø  Hadis Masyhur
Ø  Hadis Ahad
       Hadis ahad ini dibagi menjadi empat bagian. Yaitu :
(a)   Hadis Sahih
(b)  Hadis Hasan
(c)   Hadis Da’if
(d)  Hadis Maudu’

3.     Ijtihad Sebagai Upaya  Memahami Al-Qur’ān Dan Hadis
Pengertian ijtihad
       Kata ijtihād berasal bahasa Arab ijtahada-yajtahidu-ijtihādan yang berarti mengerahkan segala kemampuan, bersungguh-sungguh mencurahkan tenaga, atau bekerja secara optimal. Secara istilah,ijtihād adalah mencurahkan segenap tenaga dan pikiran secara sungguh-sungguh dalam menetapkan suatu hukum. Orang yang melakukan ijtihād dinamakan mujtahid.

Syarat-syarat berijtihad
Ø Memiliki pengetahuan yang luas dan mendalam.
Ø  Memiliki pemahaman mendalam tentang bahasa Arab, ilmu tafsir, usul fikih, dan tarikh (sejarah).
Ø Memahami cara merumuskan hukum (istinba¯).
Ø Memiliki keluhuran akhlak mulia.



Kedudukan ijtihad
       Ijtihād memiliki kedudukan sebagai sumber hukum Islam setelah al-Qur’ān dan hadis. Ijtihāddilakukan jika suatu persoalan tidak ditemukan hukumnya dalam     al-Qur’ān dan hadis. Namun demikian, hukum yang dihasilkan dari ijtihād tidak boleh bertentangan dengan al-Qur’ān maupun hadis.
       Rasulullah saw. juga mengatakan bahwa seorang yang berijtihād sesuai dengan kemampuan dan ilmunya, kemudian ijtihādnya benar, maka ia mendapatkan dua pahala, dan jika kemudian ijtihādnya itu salah maka ia mendapatkan satu pahala.

Bentuk-bentuk ijtihad
       Ijtihād sebagai sebuah metode atau cara dalam menghasilkan sebuah hukum terbagi ke dalam beberapa bagian, seperti berikut.
Ø  Ijma’
Ø  Qiyas
Ø Maślahah Mursalah